ini adalag materi kuiah rekayasa lapangan terbang tentang taxi way yang disampaikan oleh Ir.H. Akhmadali, MSc. silahkan download ......Free Download.....
http://www.4shared.com/get/_h04Nv4B/Kuliah-9_TAXIWAY.html
Thursday 28 November 2013
Rekayasa Lapangan Terbang "Taxi Way"
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatu saye ni cume orang yang baru belajar,bagi yang sudah berpengalaman tolong ajari saye ni...
Sunday 24 November 2013
Struktur Baja I
ini adalah contoh tugas struktur baja 1 di dalamnya terdapat beberapa materi yang mendukung untuk mengerjakan tugas struktur baja I,,FREE DOWNLOAD !!!!!!!!!
http://www.4shared.com/get/I88VAXZy/struktur_baja_1.html
http://www.4shared.com/get/I88VAXZy/struktur_baja_1.html
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatu saye ni cume orang yang baru belajar,bagi yang sudah berpengalaman tolong ajari saye ni...
Thursday 14 November 2013
Google Sketchup Pro
Buat yang tertarik untuk belajar buat bangunan dengan gambar 3d silahkan download,kelebihan dari Google Sketchup Pro adalah bisa import desain yang sudah kita buat dari Autocad...
http://www.4shared.com/get/hyKJuTXx/google_sketchup_pro.html
http://www.4shared.com/get/hyKJuTXx/google_sketchup_pro.html
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatu saye ni cume orang yang baru belajar,bagi yang sudah berpengalaman tolong ajari saye ni...
Pengembangan Sumbe Daya Air "FLOOD"
ini adalah materi kuliah PSDA senin 11 November 2013 oleh Pak Gusti Zulkifli M,Dr.Ir.DEA.
http://www.4shared.com/get/kHAiB5Qz/BANJIR-Flood.html
http://www.4shared.com/get/kHAiB5Qz/BANJIR-Flood.html
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatu saye ni cume orang yang baru belajar,bagi yang sudah berpengalaman tolong ajari saye ni...
Perencanaan dan Pengendalian Proyek "CPM"
ini materi kuliah P3 senin 11 November 2013 oleh Pak Syahrudin Ir.MT.
http://www.4shared.com/get/jm7QfNd0/Modul_7_CPM_PPP2012.html
http://www.4shared.com/get/jm7QfNd0/Modul_7_CPM_PPP2012.html
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatu saye ni cume orang yang baru belajar,bagi yang sudah berpengalaman tolong ajari saye ni...
Wednesday 10 July 2013
Hukum Menggosok Gigi Ketika Berpuasa
Berpuasa seringkali menyisakan bau mulut yang kurang nyaman bila tercium oleh orang lain. Meskipun demikian, dalam sebuah hadits telah disebutkan bahwa bau mulut orang yang berpuasa bagaikan wangi misk di sisi Allah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”[1]
Untuk meminimalisir bau mulut, seringkali kita menyikat gigi dengan pasta gigi. Dalam kondisi berpuasa, apakah kita tetap boleh menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi? Apakah hal ini boleh disamakan dengan kebolehan bersiwak saat berpuasa? Mari kita kaji pembahasan ini bersama.
Hukum Bersiwak Saat Berpuasa
Syaikh Shalih al-Fauzan pernah ditanya tentang hukum bersiwak ketika sedang melakukan puasa Ramadhan. Beliau memaparkan, “Tidak diragukan lagi bahwa bersiwak merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dianjurkan. Bersiwak memiliki keutamaan yang besar. Terdapat berbagai riwayat shahih yang menunjukkan dianjurkannya bersiwak, dapat kita lihat pada perbuatan maupun perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengamalkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Hendaklah kita berusaha bersiwak, terlebih-lebih lagi pada saat diperlukan atau pada waktu yang disunnahkan untuk bersiwak, seperti sebelum berwudhu, ketika akan melaksanakan shalat, ketika hendak membaca al-Quran, ketika ingin menghilangkan bau mulut yang tak sedap, serta saat bangun tidur sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keadaan-keadaan tadi merupakan saat yang ditekankan untuk bersiwak. Dan asalnya, siwak itu disunnahkan di setiap waktu. Orang yang berpuasa pun dianjurkan untuk bersiwak sebagaimana orang yang tidak berpuasa. Pendapat yang tepat, bersiwak dibolehkan sepanjang waktu, dianjurkan untuk bersiwak di pagi hari maupun di sore hari.
Pendapat yang menyatakan tidak bolehnya bersiwak di sore hari sebenarnya bukan berasal dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, yang tepat terdapat beberapa perkataan sahabat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan,
رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَا لاَ أُحْصِى يَتَسَوَّكُ وَهُوَ صَائِمٌ
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak beberapa kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, meskipun saat itu beliau sedang berpuasa.”[2]
Oleh karena itu, bersiwak itu disunnahkan bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa. Namun dengan tetap menjaga agar jangan terlalu kasar (tergesa-gesa) ketika bersiwak karena bisa melukai mulut dan menyebabkan keluarnya darah, atau siwak bisa merusak sesuatu yang ada di mulut . Maka, wajib bagi orang yang terjadi semacam itu untuk mengeluarkan darah atau siwak tersebut dari mulutnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang bersiwak dengan perlahan-lahan.[3]
Jika Siwaknya Memiliki Rasa
Sebuah pertanyaan disampaikan kepada Syekh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin, “Apakah bersiwak dengan siwak yang memiliki rasa membatalkan puasa?”
Syaikh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin menyampaikan jawaban, “Bersiwak boleh dilakukan saat berpuasa, dan hukumnya disunnahkan di setiap waktu. Banyak ulama yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat). Mereka berpendapat demikian karena bersiwak menyebabkan hilangnya bau mulut yang baunya di sisi Allah bagaikan wangi misk.
Para ulama yang meneliti lebih jauh menguatkan pendapat bahwa bersiwak saat berpuasa tidaklah makruh, bahkan dianjurkan untuk bersiwak di pagi dan sore hari.
Adapun jika siwak tersebut memiliki rasa, maka wajib bagi orang yang bersiwak untuk membuang ludahnya ke tanah atau menyekanya dengan sapu tangan. Secara umum, sesungguhnya rasa itu hanya ada di kulit siwak dan tidak selamanya akan ada pada siwak tersebut. Adapun jika siwak tersebut berasa seperti rasa salah satu jenis sayuran atau yang semisalnya, dari segi bahwa rasanya dapat terkecap dengan ludah, maka wajib bagi orang yang bersiwak tersebut untuk memuntahkan air liurnya tadi, karena jika dia sengaja menelan sesuatu dan mengecap rasanya maka puasanya batal. Wallahu a’lam.[4]
Adapun jika siwak tersebut memiliki rasa, maka wajib bagi orang yang bersiwak untuk membuang ludahnya ke tanah atau menyekanya dengan sapu tangan. Secara umum, sesungguhnya rasa itu hanya ada di kulit siwak dan tidak selamanya akan ada pada siwak tersebut. Adapun jika siwak tersebut berasa seperti rasa salah satu jenis sayuran atau yang semisalnya, dari segi bahwa rasanya dapat terkecap dengan ludah, maka wajib bagi orang yang bersiwak tersebut untuk memuntahkan air liurnya tadi, karena jika dia sengaja menelan sesuatu dan mengecap rasanya maka puasanya batal. Wallahu a’lam.[4]
Dari fatwa beliau tersebut, dapat dipahami bahwa alasan tidak bolehnya menggunakan siwak yang memiliki rasa saat berpuasa adalah karena rasa dari siwak tersebut bisa terkecap oleh ludah dan akhirnya tertelan masuk ke tenggorokan. Padahal, telah kita ketahui bersama bahwa menelan makanan dan minuman ke dalam kerongkongan dengan sengaja termasuk salah satu pembatal puasa.
Dalam kitab Haqiqatush Shiyam, pada Pasal “Hal-hal yang Membatalkan Puasa dan yang Tidak Membatalkan Puasa”, Syaihul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, “Pembatal-pembatal puasa ada yang berdasarkan nash dan ijma’ (kesepakatan para ulama), yaitu: makan, minum, dan berjima’ (hubungan intim dengan istri). Allah Ta’ala berfirman,
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
‘Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, serta makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam (yaitu fajar). Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai (datangnya) malam….’ (QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat ini menunjukkan bahwa di saat tidak puasa diizinkan untuk berhubungan intim dengan istri. Maka bisa dipahami bahwa puasa haruslah menahan diri dari berhubungan intim dengan istri, makan dan minum.”[5]
Hukum Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa
Dalam hal ini, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya, “Apakah seseorang yang berpuasa boleh menggunakan pasta gigi padahal dia sedang berpuasa di siang hari?”
Beliau menjawab, “Melakukan seperti itu tidaklah mengapa selama tetap menjaga sesuatu agar tidak tertelan di kerongkongan. Sebagaimana pula dibolehkan bersiwak bagi orang yang berpuasa baik di pagi hari atau sore harinya.” [6]
Pertanyaan yang serupa juga pernah disampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, “Apa hukum menggunakan pasta gigi bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadan?”
Beliau menjelaskan, “Penggunaan pasta gigi bagi orang yang sedang berpuasa tidaklah mengapa jika pasta gigi tersebut tidak sampai masuk ke dalam tubuhnya (tidak sampai ia telan, pen). Akan tetapi, yang lebih utama adalah tidak menggunakannya karena pada pasta gigi terdapat rasa yang begitu kuat yang bisa jadi masuk ke dalam perut seseorang tanpa dia sadari. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Laqith bin Shobroh,
بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali bila engkau sedang berpuasa.”[7]
Dengan demikian, yang lebih utama bagi orang yang sedang berpuasa adalah tidak menggunakan pasta gigi. Waktu untuk menggunakan pasta gigi sebenarnya masih bisa di waktu lainnya. Jika orang yang berpuasa tersebut tidak menggunakan pasta gigi hingga waktu berbuka, maka berarti dia telah menjaga dirinya dari perkara yang dikhawatirkan merusak ibadah puasanya.”[8]
Kesimpulan
- Bersiwak disunnahkan untuk dilakukan dalam keadaan apa pun, baik sedang berpuasa ataupun tidak.
- Hukum menggunakan sikat gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak.
- Hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak yang memiliki rasa.
- Pada asalnya, hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi saat berpuasa adalah boleh. Namun untuk lebih berhati-hati dari tertelannya pasta gigi ke dalam kerongkongan, maka sebaiknya pasta gigi tidak digunakan ketika puasa, bisa ditunda setelah waktu berbuka tiba atau sebelum masuk waktu shubuh. Sebagai gantinya, ketika sedang berpuasa, sebaiknya menyikat gigi dilakukan tanpa memberikan pasta gigi pada sikat gigi. Wallahu a’lam.
—
[1] HR. Muslim no. 1151.
[2] HR. Tirmidzi no. 725 dan Ahmad 3/445. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.
[3] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 441, hlm. 492-493.
[4] Fatwa Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, nomor fatwa. 10774.
[5] Haqiqatush Shiyam, hlm. 10—11.
[6] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 444, hlm. 495.
[7] HR. Abu Daud no. 2366. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[8] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 446, hlm. 496
[1] HR. Muslim no. 1151.
[2] HR. Tirmidzi no. 725 dan Ahmad 3/445. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.
[3] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 441, hlm. 492-493.
[4] Fatwa Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, nomor fatwa. 10774.
[5] Haqiqatush Shiyam, hlm. 10—11.
[6] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 444, hlm. 495.
[7] HR. Abu Daud no. 2366. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[8] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 446, hlm. 496
Referensi:
- Fatwa Syaikh al-Jibrin, http://ibn-jebreen.com (URL: http://ibn-jebreen.com/ftawa.php?view=vmasal&subid=10774&parent=835)
- Fatawa Ramadan fish Shiyam wal Qiyam wal I’tikaf wa Zakatul Fithr, Para Ulama, www.waqfeeya.com (URL: http://ia311213.us.archive.org/1/items/frskfrsk/frsk.pdf)
- Haqiqatush Shiyam, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, pentahqiq Syekh Nashiruddin al-Albani, www.waqfeeya.com (URL: http://ia311036.us.archive.org/2/items/waq93564/93564.pdf)
Penulis: Ummu Asiyah Athirah
Muroja’ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslimah.or.id
Muroja’ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslimah.or.id
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatu saye ni cume orang yang baru belajar,bagi yang sudah berpengalaman tolong ajari saye ni...
Sunday 28 April 2013
Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari
ETIKA (ADAB)
BUANG HAJAT
Segera membuang
hajat.
Apabila seseorang merasa
akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut
berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
Menjauh dari
pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang bersumber
dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka
beliau menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh
Al-Albani).
Menghindari tiga
tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh
mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang
menyatakan demikian.
Tidak mengangkat
pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak
kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia
menuturkan: "Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak
membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat
ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
Tidak membawa
sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa. Karena tempat
buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis,
dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari
penghinaan dan tindakan meremehkannya.
Dilarang menghadap
atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang bersumber dari Abi Ayyub
Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwasanya Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di
tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula
membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan
tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).
Ketentuan di atas
berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau
adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan
kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.
Dilarang kencing di
air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang bersumber dari Abu
Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air kecil
di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di
situ".(Muttafaq'alaih).
Makruh mencuci
kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi Qatadah
Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar
(kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula
bersuci dari buang air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).
Dianjurkan kencing
dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya buang air
kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu
'anha yang berkata: Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu
percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing
kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat
badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan
orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah,
ia berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di
suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum
beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka
beliau bersabda: "Mendekatlah kemari". Maka aku mendekati beliau
hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan
mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).
Makruh berbicara di
saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu
Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada
seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. sedang
buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak
menjawabnya. (HR. Muslim).
Makruh bersuci
(istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci
dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi
Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami dilarang oleh
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan
menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan menggunakan
kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).
Dan Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci
menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan."
Disunnatkan masuk ke
WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan
dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu
diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma
inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".
Dan apabila keluar,
mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka"
(ampunan-Mu ya Allah).
Mencuci kedua tangan
sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah ra.
diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan
hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil,
lalu menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Sumber : Al-Qismu
Al-Ilmi-Dar Al-Wathan
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatu saye ni cume orang yang baru belajar,bagi yang sudah berpengalaman tolong ajari saye ni...
Saturday 27 April 2013
Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari
Etika Tidur dan
Bangun
Berintrospeksi diri (muhasabah)
sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah
(berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang
telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka
hendaknya memuji kepada Allah Subhanahu wata'ala dan jika sebaliknya maka
hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
Tidur dini,
berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah Radhiallahu'anha
"Bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tidur pada awal malam
dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat".(Muttafaq
`alaih)
Disunnatkan
berwudhu' sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan. Al-Bara' bin `Azib
Radhiallahu'anhu menuturkan : Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu'lah sebagaimana wudlu' untuk
shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan..." Dan tidak
mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.
Disunnatkan pula
mengibaskan sperei tiga kali sebelum berbaring, berdasarkan hadits Abu Hurairah
Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah
mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak
tahu apa yang ada di atasnya..." Di dalam satu riwayat dikatakan:
"tiga kali". (Muttafaq `alaih).
Makruh tidur
tengkurap. Abu Dzar Radhiallahu'anhu menuturkan :"Nabi Shallallahu'alaihi
wasallam pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap.
Maka Nabi Shallallahu'alaihi wasallam membangunkanku dengan kakinya sambil
bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring
seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka". (H.R.
Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Makruh tidur di atas
dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber dari `Ali bin Syaiban
disebutkan bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda:
"Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada
penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya". (HR. Al-Bukhari di dalam
al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Menutup pintu,
jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari Jabir ra diriwayatkan bahwa
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda:
"Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu,
tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman".
(Muttafaq'alaih).
Membaca ayat Kursi,
dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain
(Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal
tersebut.
Membaca do`a-do`a
dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam, seperti : Allaahumma qinii yauma tab'atsu 'ibaadaka
"Ya Allah,
peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap
hamba-hamba-Mu". Dibaca tiga kali.(HR. Abu Dawud dan di hasankan oleh Al
Albani)
Dan membaca: Bismika
Allahumma Amuutu Wa ahya
" Dengan
menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup." (HR. Al Bukhari)
Apabila di saat
tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan
(dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini :
" A'uudzu
bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri 'ibaadihi, wa min
hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna."
Aku berlindung
dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya,
dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku". (HR. Abu Dawud dan
dihasankan oleh Al Albani)
Hendaknya apabila
bangun tidur membaca :
"Alhamdu
Lillahilladzii Ahyaanaa ba'da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru"
"Segala puji
bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya
lah kami dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)
sumber : Al-Qismu Al-Ilmi-Dar
Al-Wathan
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatu saye ni cume orang yang baru belajar,bagi yang sudah berpengalaman tolong ajari saye ni...
Subscribe to:
Posts (Atom)