Monday 22 October 2012

Jangan Liat Masa Lalu

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Jangan pernah menilai seseorang dengan melihat masa lalunya
,betapa banyak diantara kita yang memiliki masa lalu yang kelam jauh dari sunnah jauh dari hidayah tenggelam dalam dunia yang menipu terombang-ambing dalam kemaksiatan yang nista.

Bukankah banyak sahabat radhiallahu 'anhum yang dahulunya pelaku kemaksiatan,peminum khomr
,pezina,pembenci Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam,bahkan pelaku kesyirikan.
Akan tetapi tatkala cahaya hidayah menyapa hati mereka, jadilah mereka generasi terbaik yang pernah ada di atas muka bumi ini.

Bisa jadi kita salah satu dari mereka yang memiliki masa lalu yang kelam...yang mungkin saja kebanyakan orang tidak mengetahui masa lalu kelam anda.

Sebagaimana anda tidak ingin orang lain menilai anda dengan melihat masa lalu kelam anda
,maka janganlah anda menilai orang lain dengan melihat masa lalunya yang buruk.

Yang menjadi patokan adalah kesudahan seseorang
kondisinya tatkala akan meninggal bukan masa lalunya.

Sungguh terharu dan takjub setelah kami membaca kisah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dimana shabahat ‘Amr bin ‘Ash , yang pada masa kafirnya banyak melakukan kejahatan, kezhaliman dan sangat membenci Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga ia berkata,

وَلاَ أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ قَدِ اسْتَمْكَنْتُ مِنْهُ فَقَتَلْتُهُ.

"Tidak ada yang lebih aku sukai melainkan aku dapat menjumpainya (yakni Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ) lalu aku membunuhnya"
. Akan tetapi, ketika Allah memberikan hidayah Islam ke dalam hatinya, ‘Amr pun segera menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya menjulurkan tangannya untuk membai’at beliau. Rasul shallallahu'alaihi wasallam pun menjulurkan tangannya. Namun, ‘Amr menarik tangannya kembali. Seketika, maka ditanyakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Ada apa denganmu, wahai ‘Amr?”

“Aku mengajukan syarat,” jawab ‘Amr.

Rasul shallallahu'alaihi wasallam bertanya,"Apa syaratmu?”

‘Amr menjawab,"Asalkan dosaku diampunkan,” maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda:

أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ اْلإِسْلاَمَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ، وَأَنَّ الْهِجْرَةَ تَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهَا، وَأَنَّ الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ.

"Tidakkah engkau ketahui, bahwasanya Islam menghapuskan (dosa) sebelumnya? Sesungguhnya, hijrah (dari Mekkah ke Madinah) menghapuskan (dosa) sebelumnya, dan sesungguhnya haji menghapuskan (dosa) sebelumnya"

Setelah itu berubahlah karakter ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu 'anhu, sehingga ia berkata:

وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

"Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam" [Musnad Ahmad bin Hanbal].


Gian E: Pakaian Terindah Seorang Muslim

Gian E: Pakaian Terindah Seorang Muslim: Sesungguhnya siapa saja yang memperhatikan kondisi kebanyakan manusia saat ini, niscaya melihat suatu perkara yang sangat mengherankan. D...

Pakaian Terindah Seorang Muslim



Sesungguhnya siapa saja yang memperhatikan kondisi kebanyakan manusia saat ini, niscaya melihat suatu perkara yang sangat mengherankan. Dia akan melihat kebanyakan manusia menaruh perhatian yang berlebihan kepada penampilan lahiriah, memperindah dan mempercantiknya dengan berbagai macam aksesoris keindahan dan kecantikan, namun pada saat yang sama, dia akan melihat kelalaian dan keteledoran luar biasa terhadap keindahan, kebersihan dan kesucian batin.

Berapa banyak waktu, tenaga dan energi yang dihabiskan untuk memperindah urusan-urusan lahiriyah, dengan melupakan perbaikan hati dan kesucian batin, sampai pada tingkat “tiada kemauan dan gairah” kecuali dalam rangka keindahan penampilan dan gaya, hingga ungkapan Allah subhanahu wata’aala tentang kaum munafiq benar-benar layak untuk mereka, sebagaimana firman-Nya,

وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِن يَقُولُواْ تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ العدو فاحذرهم قاتلهم الله أنى يُؤْفَكُونَ

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengar perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran).” (QS. Al-Munafiqun: 4).

Demikianlah kondisi sekelompok umat manusia yang penampilan lahiriahnya sangat indah dan ungkapan-ungkapan kata-katanya sangat manis, namun semua itu tidak mengeluarkan mereka dari keberadaan mereka sebagai onggokan kayu yang tersandar, tidak berguna. Itulah pemandangan yang tidak berarti, manusia yang tidak punya akal nurani. Yang demikian itu adalah kondisi yang sangat rendah yang tidak mungkin seorang yang beriman rela untuk dirinya. Bahkan, iman seorang beriman tidak akan sempurna dan tidak akan bisa benar kecuali jika ia memperbaiki batinnya, membersihkan dan memperindah hatinya. Sebab, keindahan dan kecantikan lahiriyah sama sekali tidak berguna bagi seseorang manakala batin dan hatinya busuk dan kotor.

Allah subhanahu wata’aala berfirman sebagai bantahan atas sekelompok umat manusia yang terlena dengan keindahan kondisi dan kecantikan penampilan lahiriyah mereka di mana mereka mengira bahwa itu adalah tanda baiknya akhir kemudian mereka. Firman Allah,

وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّن قَرْنٍ هُمْ أَحْسَنُ أثاثا وَرِءْياً

“Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (QS. Maryam: 74).

Di dalam ayat ini Allah subhanahu wata’aala menginformasikan bahwasanya Dia telah membinasakan beberapa kelompok manusia yang sebelumnya mereka adalah merupakan manusia yang paling bagus postur tubuhnya, paling banyak harta kekayaannya dan paling tampan parasnya, namun semua apa yang mereka nikmati itu tidak berguna dan tidak dapat menyelamatkan mereka.

أَفَلَمْ يَسِيرُواْ فِى الأرض فَيَنظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عاقبة الذين مِن قَبْلِهِمْ كَانُواْ أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَشَدَّ قُوَّةً وَءاثَاراً فِى الأرض فَمَآ أغنى عَنْهُمْ مَّا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka.” (QS. Ghafir: 82).

Jadi, keindahan batin dan keselamatan hati itu adalah dasar dan pondasi keberuntungan di dunia dan di hari Kiamat kelak.
Allah subhanahu wata’aala berfirman,

يابنى ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يوارى سوءاتكم وَرِيشًا وَلِبَاسُ التقوى ذلك خَيْرٌ ذلك مِنْ ءايات الله لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang lebih baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf :26).

Pada ayat tadi Allah menjelaskan bahwa pakaian takwa dan berhias dengan takwa itu lebih baik daripada keindahan penampilan lahir. Memperindah dan mempercantik diri dengan takwa tidak mungkin dapat direalisasikan oleh seseorang kecuali dengan memperbaiki, mensucikan dan memperindah hatinya, karena takwa itu tempat di dalam hati. Allah subhanahu wata’aala berfirman,

ذلك وَمَن يُعَظّمْ شعائر الله فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى القلوب
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32).

Pada ayat itu Allah subhanahu wata’aala menjadikan penghormatan dan pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar agama dan ajaran-ajarannya sebagai bukti adanya takwa di dalam hati seseorang.

Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim, bersumber dari Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Allah subhanahu wata’aala berfirman,

يَا عِبَادِيْ، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَحِنَّكُمْ كَانُوْا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِيْ مُلْكِيْ شَيْئًا. يا يَا عِبَادِيْ، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَحِنَّكُمْ كَانُوْا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِيْ شَيْئًا

“Wahai sekalian hamba-Ku, kalau sekiranya seluruh kalian mulai dari yang pertama sampai yang terakhir, baik dari jenis manusia maupun jenis jin, mereka semua bertakwa setakwa-takwanya orang yang paling bertakwa di antara kalian, niscaya hal itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikit pun jua. Wahai sekalian hambaku, kalau sekiranya seluruh kalian dari yang pertama hingga yang terakhir baik dari jenis manusia maupun jenis jin durhaka sedurhaka-durhakanya manusia di antara kalian, niscaya hal itu tidak akan mengurangi kerajaan-Ku sedikit pun jua.” (HR.  Muslim no.2577)

Hadits ini menjelaskan bahwa dasar ketakwaan adalah ketakwaan hati, dan demikian pula bahwa dasar kedurhakaan adalah kedurhakaan hati. Dan di dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alahi wasallam juga mengaitkan takwa dan kedurhakaan dengan tempatnya, yaitu hati. Bahkan di dalam hadits lain Nabi shallallahu ‘alahi wasallam secara tegas menyatakan seperti itu, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan, “Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

اَلتَّقْوَى هَاهُنَا، اَلتَّقْوَى هَاهُنَا، اَلتَّقْوَى هَاهُنَا

“Takwa itu di sini, takwa itu di sini, takwa itu di sini”, beliau menunjuk ke dadanya.” (HR.  Muslim no.2574)

Nabi shallallahu ‘alahi wasallam menunjuk ke dadanya, karena di dalam dada terdapat hati yang merupakan tempat bagi ketakwaan dan di dalam hati terdapat akarnya.

Sunday 21 October 2012

Membangun Konsep Diri


Membangun Konsep Diri



Sejatinya seorang muslim ibarat pohon yang berakar kuat menghujam bumi, batangnya kokoh, dahannya menjulang ke langit, dan buahnya banyak serta berkualitas baik. Ketiganya saling terkait. Akar yang kuat, menopang batang yang kokoh sehingga dahannya bisa panjang dan menjulang kemudian ketika berbuah pohonnya tetap kokoh, tidak roboh meskipun digantungi buah yang banyak. Buahnya pun manis-manis, berkualitas baik. Inilah gambaran muslim yang sukses, ketika dia menghasilkan buah yang berkualitas baik, dalam jumlah yang banyak pula. Dalam bahasa rasulullah Muhammad SAW disebut sebagai orang yang terbaik, yaitu yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Dalam bukunya, Steven Covey mengistilahkan kesuksesan ini dengan pribadi efektif, pribadi yang dapat mencapai tujuan. Sementara Anis Matta menggambarkan orang sukses sebagai orang yang berkontribusi banyak sesuai keahliannya.
Dilihat dari kacamata manajemen diri, akar pohon adalah konsep diri. Batang adalah kepribadian dan perilaku, sementara buah adalah amal.
Untuk menjadi muslim sejati atau yang digambarkan sebagai pohon yang berakar kuat, berbatang kokoh, dan berbuah banyak tadi, setidaknya ada tiga hal yang perlu kita lakukan :
1. Mengetahui model manusia muslim yang ideal
2. Mengetahui diri kita dengan baik
3. Mengadaptasikan model ideal kepada diri kita.

Langkah pertama yaitu kita coba ketahui bagaimana Model Manusia Muslim yang Ideal.

Setidaknya, ada sepuluh karekter manusia muslim yang ideal:
1. Beraqidah lurus, sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah dalam Al qur`an dan sunah. Menjauhi syirik, tahayul, sihir, jampi yang sesat.
2. Beribadah secara benar, sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW serta menjauhi bid`ah
3. Berakhlaq baik
4. Berbadan sehat dan kuat
5. Berwawasan luas, intelek, dan cerdas
6. Berjuang melawan hawa nafsu dan menggiring hawa nafsunya sesuai ajaran Islam
7. Pandai mengatur waktu
8. Profesional dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
9. Memiliki kemampuan untuk mandiri dan kuat secara ekonomi, dapat membiayai diri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, juga menunaikan hak ekonomi dalam agama (zakat, infaq, sedekah)
10. Bermanfaat bagi orang lain, sesuai hadits Rasulullah,- Diriwayatkan dari Jabir, Rasulullah saw bersabda, “Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni).

Langkah yang kedua, yaitu mengetahui diri kita dengan baik atau memiliki konsep diri.

Konsep diri adalah cara pandang seseorang terhadap dirinya, juga nilai-nilai yang dianutnya. Visi, misi, cita-cita, sifat (kekuatan dan kelemahan), merupakan bagian dari konsep diri. Membangun konsep diri membantu kita merencanakan kesuksesan ke depan. Bahkan salah satu ekspresi yang kuat dari bertakwa adalah merencanakan pengembangan diri kita.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepadaAllah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Hasyr : 18)

Visi dan misi

Sederhananya, visi adalah tujuan atau sasaran yang ingin dicapai sementara misi adalah cara untuk mencapai visi itu sendiri. Visi adalah jawaban atas pertanyaan `What` sementara misi adalah jawaban dari pertanyaan `Why` dan `How`. Tentu saja konsep hidup kita sangat berpengaruh dalam penentuan visi dan misi. Sebagai muslim yang mengimani kehidupan abadi setelah mati, tentu saja visi dan misi akan jauh lebih panjang melibatkan akhirat, daripada mereka yang berorientasi dunia semata.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashas:77).

Cita –cita dan Target

Cita-cita lebih berorientasi pada kesuksesan hidup di dunia, tetapi tetap dalam bingkai visi dan misi. Cita-cita melibatkan unsur profesi, kemampuan, dan kondisi luar yang mendukung. Cita-cita berjangka lebih pendek dari visi. Sementara target adalah hal yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Target juga merupakan tahapan dalam mencapai cita-cita. Untuk mempermudah, target disusun dengan batasan waktu. Misalnya target  20 tahun ke depan, target 10 tahun, target  5 tahun, dan target tahunan. Cita-cita dan target merupakan rencana dari kontribusi kita.

Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan diri

Menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan diri akan memudahkan kita menyusun rencana hidup. Nilailah diri kita baik dari sisi positif maupun negatifnya. Gali segala potensi-potensi yang dimiliki baik yang berskala besar maupun yang kecil. Bakat, minat, keterampilan dan hal-hal positif lainnya perlu diinventarisir dengan lengkap. Lihatlah dan amati dengan seksama segala kelebihan spesifik yang dimiliki dibandingkan orang lain. Jangan ragu dan malu untuk mengungkapkan kehebatan kita serta mencatatnya.
Begitu pula kelemahan dan kekurangan yang ada dalam diri kita. Inventarisir semua yang ada baik dengan yang telah menjadi karakter maupun yang akan menimbulkan potensi-potensi negatif kedepannya. Inventaris sisi positif dan negatif diri kita ini juga bisa dilakukan dari sisi orang lain, dengan meminta pendapat atau masukan dari orang-orang di sekitar kita.
Namun, jangan terlalu bangga dengan pujian, juga jangan patah semangat oleh kritikan. Ada sebuah doa yang diajarkan oleh Abu Bakar Assidiq ra. : `Ya Allah ampunilah aku atas apa yang mereka tidak ketahui tentang aku, dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka duga`.

Langkah ketiga, yaitu mengadaptasikan model manusia ideal kepada diri kita.

Selain melihat 10 kriteria di atas, kita perlu menggali ilmu lebih dalam tentang Rasulullah. Membaca dan mempelajari siroh nabi dan para sahabat. Mereka lah manusia pilihan, role model kita. Selanjutnya, terbukalah terhadap masukan yang bisa meningkatkan kualitas diri kita.
Sebagai contoh, `7 Habits of Highly Effective Peolple` yang diambil dari buku Steven Covey, akan memberi pencerahan dalam peningkatan kualitas diri ini. Secara ringkas, tujuh kebiasaan itu adalah :
1. Bersikap proaktif, yang artinya memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan sesuai prinsip yang kita anut, menjadi daya dorong kreatif bagi diri sendiri, dan bertanggungjawab atas setiap perilaku kita.
2. Merujuk pada tujuan akhir, atau visi dan misi.
3. Mendahulukan yang utama, memiliki skala prioritas dalam berbagai hal
4. Berfikir menang-menang (win-win solution), bersikap adil
5. Berusaha memahami terlebih dahulu, baru dipahami orang lain. Berkomunikasi secara efektif.
6. Mewujudkan sinergisitas, mengatasi masalah dengan meminimalisir perbedaan dan memanfaatkan peluang agar hasilnya sinergi. Hasil yang sinergi berarti bukan hanya menguntungkan kedua belah pihak tapi juga memberikan hal yang lebih (1+1 bukan hanya =2, tapi bisa jadi 3, 4, bahkan 5 dst).
7. Mengasah gergaji, yaitu memperbaharui diri terus menerus, terutama dalam 4 hal : fisik, emosional / sosial, mental, dan rohani.

Menyeimbangkan Peran

Masih dalam langkah ketiga, setelah memilki visi, misi, cita-cita, target ke depan, dan menganalisa diri, coba seimbangkan dengan peran kita miliki. Buatlah list yang berisi peran apa saja yang sedang kita mainkan. Kemudian peran apa yang kita idamkan, masing-masing peran tadi disusun lagi targetnya. Berdasarkan waktu lebih baik. Buat turunannya supaya langkah-langkahnya bisa direalisasikan. Jangan lupa pertimbangkan kondisi dan lingkungan, supaya rencana kita tidak mengawang-awang. Semoga setiap peran tadi akan berbuah manis, bermanfaat buat sesama.

Sumber
1. Anis Matta Lc, Model Manusia Muslim Abad 21, Al Manar, 2004
2. Covey, Stephen R., ‘ 7 Habits of Highly Effective People
3. Drucker, Peter F., Management Challenges for 21st Century, Harper Collins, 1999
4. Satria Hadi Lubis, Kumpulan Tulisan dan Materi Presentasi